Rakyat Passi (Moyag) Tanggal 21 November 1872 |
Pedalaman Mongondow yang di masa lampau di sebut Lopa Mogutalong mempunyai dua wilayah adat yang masing masing di pimpin oleh Panggulu yakni Passi dan Lolayan. Ketika rakyat di dua wilayah adat ini Bersatu maka penjajah colonial pun gentar, bahkan dua kekuatan ini mampu melindungi pemimpinnya ( Raja ) sebagaimana yang terjadi pada Raja Salmon Manoppo bahkan bisa memakzulkan Raja sebagaimana yang di alami oleh Raja AC Manoppo maupun Raja Johanes Manuel Manoppo.
Berikut sekelumit perjuangan rakyat Passi yang di dukung oleh rakyat
Lolayan di masa Abo’ Lomotu’ Mokoginta sebagai Panggulu Passi.
Sebelum meninjau perlawanan rakyat Passi dan lolayan pada paroh abad 19 baiknya kita melihat latar belakang timbulnya perlawanan ini.
A. Kebijakan Pemerintahan Kolonial akhir Abad 19
a. Pemisahan Urusan Agama dan Pemerintahan.
Dua
pejabat colonial belanda yang berkomitmen tidak mencapur adukan agama dan
pemerintahahn adalah Residen Manado A.J. van Olpen dan Gubernur Maluku JB
Cleerens. Saat Raja Jacobus Manuel Manoppo secara pribadi meminta izin kepada
Residen Manado dan Gubernur Maluku untuk mengkonversi agamanya dari Kristen
menjadi Islam, kedua pejabat ini mengijinkan dengan ketentuan orang Bolaang
Mongondow harus tetap taat kepada Pemerintah Kolonial Belanda.
Raja
Jacobus Manuel Manoppo setelah memeluk Islam memakai gelar Sultan, yang secara
otomatis gelar yang tidak bisa di klaim oleh oposisis Sang raja di pedalaman .
Sultan adalah pemimpin tertinggi dalam dunia islam.
b. Kebijakan Pajak
Decade
sebelumnya telah di buat Kontrak dengan Raja perihal larangan pungutan dalam
bentuk upeti dan penarikan pajak dalam bentuk emas. Di masa Pemerintahan
Adrianus Cornelius Manoppo Jansen sebagai Residen Manado memperbaharui kontrak
dengan Raja, Pajak dalam bentuk emas di hilangkan, target pajak untuk kerajaan
Bolaang Mongondow yang berjumlah f 8.000 di kurang menjadi f 4.000, ini
merupakan kebijakan kompromi yang di ambil oleh Jansen, padahal baru beberapa
hari Jansen kaget dan heran bahwa ternyata Raja raja Bolaang Mongondow sangat
‘pintar’ menyembunyikan fakta riil kerajaan termasuk jumlah penduduk. Sebelum
kedatangan Jansen Ke Bolaang Mongondow , Pemerintah Kolonila di Manado mencatat
bahwa Rakyat Bolaang Mongondow hanya berjumlah 3.000an penduduk, namun setelah
di sidak oleh Jansen ternyata penduduk Bolaang Mongondow lebih dari 30.000
orang.
B. Kebijakan Defensif Kerajaan Bolaang Mongondow Terhadap Kuasa Kolonial.
a. Menyembunyikan fakta riil.
Ini
sudah di mulai berabad abad namun yang paling di sorot sejak Raja Jacobus
Manuel Manoppo dan berakhir setelah di sidak Residen Manado. Dengan informasi
yang minim Bolaang Mongondow terhindar dari eksploitasi besar besaran yang
biasa di lakoni oleh pemerintah colonial. Informasi potensi Emas yang minim,
jumlah penduduk yang minim sehingga sampai akhir abad 19 tidak ada satu pun
post pemerintahan colonial yang berdiri di Bolaang Mongondow. Wakil
pemerintahan colonial (controlur) masuk Bolaang Mongondow nanti pada abad 20.
b. Dalam dengar pendapat antara Raja AC Manoppo dan
Jansen, Ketika Jansen meminta aspirasi apa yang lahir dari rakyat Bolaang
Mongondow, dengan tegas Raja AC Manoppo menjawab : ORANG MONGONDOW HANYA INGIN
MERDEKA. Jawaban tegas ini berlanjut dengan diskusi yang memunculkan
kesepakatan dalam bentuk kontrak bahwa pajak yang di wajibkan ke pemerintah
kerajaan oleh Kolonial di kurangi hingga 50%. Setoran Pajak dalam bentuk emas
di hapus. Jansen mewakili pemerintahahn colonial belanda hanya mneginginkan
kesetiaan Rakyat Bolaang Mongondow ke pemerintah Belanda bukan lagi eksploitasi
sebagai target pengisian Kas negara Kolonial belanda.
c. Islamisasi di jalankan.
Proses
islamisasi mulai di giatkan sejak zaman Raja Jacobus Manuel Manoppo hingga Raja
Abraham Sugeha dengan demikian koneksi perdagangan makin terbuka dan terkontrol
secara ketat oleh Pihak kerajaan.
C. Kebijakan Yang Menjadi Pemicu Perlawanan Rakyat Passi dan Lolayan
a. Control perdagangan langsung pihak kerajaan.
Pesisir
yang di dominasi oleh pedagang pedagang muslim di control langsung oleh pihak
kerajaan dan seorang mualaf jika dia pedagang di bebaskan dari pajak. Penganut
pagan atau kepercayaan Tradisional Mongondow di larang berdagang di pesisir.
Kebijakan
ini sekilas sangat bermanfaat untuk islamisasi Bolaang Mongondow namun di balik
control yang ketat ini kepala kepala kampung termasuk para panggulu kehilangan
peranan dalam perdagangan. Sebelumnya perdagangan warga pedalaman Mongondow di
fasilitasi oleh kepala kepala kampung dan juga Panggulu apalagi di tambah
penganut pagan/ kepercayaan tradisional di larang berdagang di pesisir, sangat
memukul ekonomi pedalaman mongondow yang di dominasi oleh paganism. Keluhan
pedagang pedalaman mengalir deras dari kepala desa sampai ke Panggulu. Oposisi
pun sudah mulai tumbuh.
b. Sampai abad 19 berakhir tidak ada posthouder
sebagai wakil pemerintah colonial belanda di Bolaang Mongondow sehingga
kebijakan colonial yang di termuat dalam kontrak dengan Raja, Ketika di
jalankan maka ketidak puasan kebijakan ini colonial ini oleh rakyat langsung mengarah ke Pemerintahan Kerajaan.
c. Pajak Kupang dapur.
Kupak
dapur merupakan pajak yang di setor rakyat ke Raja yang sifatnya bukan upeti (upeti
= Tagihan tradisional hak Raja) dan bukan bagian dari Pajak colonial. Setelah
di korting oleh colonial hinga 50% kini di tambah kupang dapur.
d. Undang Undang Kerajaan yang memberatkan.
Undang
Undang yang di teguhkan Kembali oleh Raja Johanes Manuel Manoppo terutama
terkait strata social terutama hukuman hukuman bagi kalangan strata bawah “bangsa
soedah djaoeh di mertabat Radja” yang menggunakan perhiasan tertentu dan
beberapa jenis kain ( sutra dll) di kenakan hukuman fisik dan para abo’ (
bangsawan level atas) berhak merampas harta milik dari srata social ini. Ini
juga yang memicu perlawanan. Selain itu upaya upaya penghilangan paganism.
Sebelum adanya kebijakan control langsung perdagangan di pesisir oleh Raja, Kehidupan
ekonomi para pedagang pedalaman yang Sebagian kelas social srata bawah sudah
memiliki kemampuan membeli perhiasan perhiasan atau harta ‘’yang terlarang’’.
D. Perlawanan Rakyat Passi dan Lolayan.
Sampai pada berakhirnya abad 19 tidak ada posthouder
Kolonial Belanda di Bolaang Mongondow sehingga kebijakan Raja di anggap bagian
dari kebijakan colonial, Raja lah yang menjadi sasaran perlawnan.
Lomotu Mokoginta menjadi Panggulu Passi berhadapan
dengan dua raja yang menjadi rivalnya yakni Raja Adrianus Manuel Manoppo dan
Penggantinya yakni Raja Johanes Manuel Manoppo. Kupang dapur lah yang mula mula
di jadikan alasan penolakan terhadap kebijakan Raja yang merembet sampai
penolakan pembayaran pajak.
Lomotu’ Mokoginta berkunjung ke desa desa di penjuru Passi untuk mengkampanyekan perlawanan ke pada Raja AC Manoppo. Oleh Panggulu Passi di instruksikan kepada kepala kepala Suku ( Sangadi ) agar tidak memberikan ‘kupang dapur’ kepada Pihak kerajaan. Ketika raja AC Manoppo melarang pedagang yang bukan muslim untuk berdagang di pesisir, Panggulu Lomotu’ melakukan perlawanan, rakyat diseluruh wilayah passi di larang membayar pajak ke kerajaan. Penindakan yang coba di tegakkan oleh Raja AC Manoppo kepada pedagang pagan (non muslim) di lawan oleh Panggulu dan rakyat passi terjadi bentrokan di beberapa tempat. Sampai pada akhirnya Raja AC Manoppo tidak mampu memenuhi kontrak dengan pihak pemerintah colonial terkait setoran Pajak. Pada akhirnya Residen Manado mengambil alih dengan memecat Raja AC Manoppo terkait target setoran pajak dan ‘salah urus’ masalah di pedalaman Mongondow. Tahun 1862 Tahta Raja terlepas dari AC Manoppo, di gantikan oleh Johanes Manuel Manoppo.
Konsolidasi Panggulu Passi Lomotu’ Mokoginta lebih
gencar di lakukan. Lomotu mengunjungi kepala kepala desa di sekitaran Passi
bahkan Penghulu Lolayan untuk menentang kebijakan Raja Johanes Manuel Manoppo.
Lomotu’ Mokoginta memberi palakat ke Rakyat Passi untuk Tidak lagi membayar
Pajak ‘Kupang dapur’ ke Pihak kerajaan dan berefek ke pembangkangan massal atas
tarikan pajak fiscal yang di peruntukan bagi Pemerintah kolonial. Bahkan Sang
Panggulu juga melarang rakyat Passi untuk bekerja sebagai tenaga coversee di
Istana Raja. Praktek Monibi yang sering di lakukan oleh para Ibolian di
bolehkan oleh Lomotu’ Mokoginta.
Kali ini perlawanan meluas bukan hanya di wilayah
Passi tapi menyebar sampai ke wilayah Lolayan.
Atas Tindakan Penghulu Passi ini Raja Johanes Manuel Manoppo
mengirim opas dan serdadu kerajaan ke Passi dengan niat untuk memberi hukuman
kepada Panghulu dan rakyatnya namun serdadu kerajaan ini dapat di halau dan di
pukul mundur keluar dari wilayah Passi. Dengan kejadian ini Populeritas
Panggulu makin tinggi, kepala kepala suku (Desa) di wilayah Passi bahkan
Lolayan menyatakan kesetiaannya kepada Lomotu’. Lomotu’ selain memberikan
perlindungan kepada para Ibolian ( pagan kafir menurut catatan belanda),
pengikut Lomotu juga berhasil membuka blockade dagang di pesisir yang di
lakukan oleh raja Johanes Manuel Manoppo. Praktis kerajaan tidak mampu lagi
mengendalikan Passi, Rakyat Passi hanya mau di perintah oleh panggulu Lomotu’
dan menolak segala Titah dari Raja. Bahkan Upeti, yang secara tradisional
merupakan hak Raja, oleh Rakyat Passi dengan sukarela di hantar ke Panggulu
Lomotu’ sebagai tanda tunduk. Upeti ini sebenarnya oleh pemerintah Kolonial
telah di hapus dan di ganti pajak dengan system hasil pajak di bagi Bersama
raja, Raja menerima mirip di gaji oleh Kolonial. Kasus pemberian Upeti ke
panggulu oleh rakyat pedalaman Mongondow terutama Passi oleh Raja di laporkan
ke Pihak Residen Manado.
Pada Tanggal 17 September 1865 Lomotu’ Mokoginta di
damping pengikutnya dari kepala kepala suku (sangadi) tiba di manado menghadap
Residen Manado, Lomotu’ mengeluhkan Tindakan dari raja terkait blockade dagang
dan pajak Kupang dapur namun tidak ada putusan yang tegas yang di ambil oleh
Pihak Keresidenan Manado, Lomotu Kembali ke Passi dan melanjutkan perlawanan
kepada Raja Johanes Manuel Manoppo.
Perlawanan rakyat passi pun terus berlanjut bahkan
berpengaruh sampai ke pemukiman di kotobangon dengan Istana tempat Raja
bertahta. Penyerangan penyerangan dari serdadu serdadu kerajaan selalu berhasil
di halau oleh rakyat Passi. Bahkan pengikut Lomotu’ sampai di sekitaran
Kotobangon dan meneror warga sekitarnya yang belum bersikap menolak Raja
Johanes Manuel Manoppo. Blockade dagang yang berhasil di tembus rakyat Passi
menguatkan ekonomi wilayah Passi yang menjadi basis perlawanan terhadap Raja
Johanes Manuel Manoppo. Wibawa Raja JM Manoppo pun makin tergerus tergantikan
oleh pamor Panggulu Passi yang getol membela rakyatnya. Perlawanan semakin
sengit, Rakyat Passi tidak perduli lagi dengan Keberadaan Raja Johane Manuel
Manoppo, iring iringan pedagang passi menuju pesisir tidak lagi dapat di bendung.
Pada Tahun 1867 Lomotu’ Mokoginta dan empat kepala desa di wilayah Passi di tangkap oleh pihak colonial belanda. Lomotu’ Mokoginta di jatuhi Hukuman Penjara selama 5 Tahun dengan Tuduhan Pemberontakan dan perampasan atas tahta Raja. Selama dalam penjara perlawana secara sporadic terus di lakukan oleh kepala kepala kampung, kepala desa dan rakyat passi pada umumnya. Dari Bilalang,pontodon, bintau-bulud, passi,otam dan segenap desa di wilayah lolayan terus melakukan perlawanan terhadap raja.
Tahun 1872 Lomotu Mokoginta selesai menjalani masa
hukuman dalam penjara, setahun kemudian Kembali ke pedalaman Mongondow. Lomotu
Mokoginta mengobarkan kembali perlawanan kepada raja Johanes Manuel Manoppo dan kebijakan Pemerintah Kolonial. tuntutan
dari pihak passi masih sama, perdagangan bebas di pesisir, menolak pajak terutama pajak kupang
dapur, menolak pekerja coverese, menolak penindasan terhadap kaum adat
tradisional yang oleh colonial belanda di sebut kaum pagan kafir.
Kali ini perlawan menimbulkan korban jiwa yang lebih
banyak, baik pihak kerajaan maupun rakyat passi.
Para Bangsawan terutama bagian Lolayan juga melakukan
perlindungan terhadap agen agen rakyat lolayan yang melakukan perlawanan
terhadap Raja Johanes Manuel Manoppo. Praktis kisruh menjalar dari Passi sampai
Lolayan. Passi dan Lolayan yang merupakan Jantung pedalaman Mongondow berdetak
seirama melawan Kuasa Raja Johanes Manuel Manoppo.
Laporan yang di terima oleh Residen Manado bahwa Raja
telah melakukan pembunuhan terhadap rakyatnya sendiri.
E. Penangkapan Raja Johanes Manuel Manoppo
Huru hara di pedalaman Mongondow yang menewaskan
beberapa rakyat dan serdadu kerajaan sangat merisaukan Residen Manado. Awal
Bulan Juli tahun 1879 Residen Manado memanggil raja Johanes Manuel Manoppo
memberikan klarifikasi terkait pertikaian yang terjadi di kerajaan Bolaang
Mongondow. Bulan Juli 1879 di damping 300 penggiringnya Raja Joahens Manuel
Manoppo tiba di Manado. Dia tinggal selama dua bulan di manado.
Hari Sabtu tanggal 4 Oktober 1879, Residen Manado
Mr.P.A.Matthes menerima surat yang menyatakan bahwa Raja Bolaang-Mongondow
ingin melakukan serangan terhadap Manado. Residen segera mengumpulkan Asisten
Residen A.C.Uljee, Komandan Militer Benteng Nieuwe Amsterdam dan Jaksa. Mereka
membahas poin kunci. Lokasi tempat raja bermukim harus diduduki, dijaga 38
Schutters. Benteng Nieuwe Amsterdam dan pemukiman penduduk dijaga ketat untuk
tempo 2 bulan. Lalu dengan dibekingi kapal perang Tromp dan sebuah stoombarkas
milik sebuah firma yang sengaja disewa, peluang jalan lari Raja melalui laut
dengan kano telah diblokade ketat. Dilaporkan, penduduk Eropa yang cemas banyak
berdiam di rumah membekali diri dengan senjata, bahkan ada dengan senapan
Beaumont di balik pintu. Siapa pun yang lewat di jalan tak akan luput dari
pemeriksaan.
Situasi tersebut berlangsung sampai hari Senin tanggal
6 Oktober 1879. Raja yang melihat gelagat mencurigakan kemudian melakukan
kunjungan perpisahan kepada Residen pada jam 9 pagi, karena ia berencana untuk
segera kembali ke Bolaang-Mongondow.
Tanpa disertai mantrinya, ia mendatangi rumah Residen.
Tapi, Residen tidak mau menerimanya di rumah, meminta Raja Johannis ke kantor.
Residen secepatnya berembug bersama Asisten-Residen A.C.Uljee dan Sekretaris
Residen Petrus Kist. Mereka memutuskan untuk menangkap Raja. Untuk tujuan ini,
Asisten Residen Uljee dan Jaksa meminta Raja menemui Residen yang sengaja
menunggu di kantor. Tapi, Raja Johannis yang kecewa dan curiga telah kembali ke
rumahnya. Ia lalu dikirimi surat yang memberi tenggat waktu sampai jam 11siang
untuk datang bertemu Residen di kantor. Namun, raja tetap menolak untuk
kembali.
Kontrolir Manado dan Jaksa dikirim menjemputnya.
Keduanya dikawal seorang Kopral dan 12 anggota Garnisun Manado, yang semuanya
dipersenjatai dengan senapan Beaumont. Mereka menuju rumah tinggal sementara
raja yang berada di sisi lain dari sungai.
Ketika bertemu Raja, Kontrolir Manado memberitahu
bahwa Residen sedang menunggunya sekarang. Dengan sangat terpaksa Raja
mengikuti mereka pergi ke seberang sungai, menaiki kereta Residen yang telah
menunggu, didampingi Kontrolir dan Jaksa dengan kawalan tentara.
Ternyata, keretanya bukan menuju ke kantor Residen
yang ada di bagian kiri, tapi ke kanan, dan langsung ke penjara. Kepadanya lalu
dinyatakan kalau ia dipecat, atas nama Raja Belanda, ditangkap dan menunggu
perintah lebih lanjut ia akan dipenjara. Selain tuduhan akan menyerang Manado,
ia pun disebut salah urus. Raja Johannis ditahan di penjara Manado, dengan
pengawalan pasukan Schutterij Manado.
Saat Penangkapan Raja keteganga masih melanda Manado,
pihak colonial khawatir akan ada upaya pembebasan Raja dari orang orang
Mongondow seperti terjadi di zaman Salmon Manoppo namun itu tidak pernah
terjadi di karenakan Raja Salmon Manoppo mutlak mendapat dukungan dari rakyat
pedalaman Mongondow, Passi dan Lolayan Bersatu membela Rajanya, sementara itu Raja
Johanes Manuel Manoppo mendapat perlawanan sengit dari Rakyat Passi yang di
dukung oleh Lolayan.
Di pihak oposisi Raja Johanes Manuel Manoppo, Abo’
Lomotu Mokoginta beserta pejabat panggulu lainnya turut di tangkap dengan
tuduhan masih sama melakukan Tindakan perampasan Tahta Raja dan Pemberontakan
terhadap Pemerintahan Kolonial Belanda.
Dari berbagai peristiwa yang terjadi di Pedalaman
Mongondow revolusi melawan pemerintahan colonial bahkan Pemerintahahn Kerajasan
berhasil Ketika Rakyat Passi dan Lolayan Bersatu ini dapat di lihat dari kasus
penangkapan Raja Salmon Manoppo pedalaman Mongondowlah ( Passi-Lolayan) yang
memotori Gerakan perlawanan sehingga Raja terpaksa di kembalikan oleh Belanda
untuk bertahta Kembali, Peristiwa Passi Lolayan era Panggulu Lomotu’ Mokoginta
yang boleh di bilang sukses, dan contoh kebalikannya Ketika perlawanan rakyat
Passi yang terkosentrasi di Bilalang pontodon yang di pimpin oleh Sangadi Eman,
Baay Sopina dan lain lain kurang mendapatkan dukungan dari rakyat Lolayan maka
Belanda dengan mudah mematahkan perlawanan ini. Passi dan Lolayan Jantung
Mongondow, apa yang berlaku atas kedua wilayah ini berdampak besar terhadap
masa depan Bolaang Mongondow. Passi Lolayan bersatu Mongondow pasti kuat
Sumber data yang di olah :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar