#BlogArchive1 .widget-content{ height:100px; width:auto; overflow:auto; }

04 Januari, 2021

PERJUANGAN PANGGULU PASSI MEMBELA RAKYAT PEDALAMAN MONGONDOW


Rakyat Passi (Moyag) Tanggal 21 November 1872

Pedalaman Mongondow yang di masa lampau di sebut Lopa Mogutalong mempunyai dua wilayah adat yang masing masing di pimpin oleh Panggulu yakni  Passi dan Lolayan. Ketika rakyat di dua wilayah adat ini Bersatu maka penjajah colonial pun gentar, bahkan dua kekuatan ini mampu melindungi pemimpinnya ( Raja ) sebagaimana yang terjadi pada Raja Salmon Manoppo bahkan bisa memakzulkan Raja sebagaimana yang di alami oleh Raja AC Manoppo maupun Raja Johanes Manuel Manoppo.

Berikut sekelumit perjuangan rakyat Passi yang di dukung oleh rakyat Lolayan di masa Abo’ Lomotu’ Mokoginta sebagai Panggulu Passi.

Sebelum meninjau perlawanan rakyat Passi dan lolayan pada paroh abad 19 baiknya kita melihat latar belakang timbulnya perlawanan ini.


    A.  Kebijakan Pemerintahan Kolonial akhir Abad 19

a.   Pemisahan Urusan Agama dan Pemerintahan.

Dua pejabat colonial belanda yang berkomitmen tidak mencapur adukan agama dan pemerintahahn adalah Residen Manado A.J. van Olpen dan Gubernur Maluku JB Cleerens. Saat Raja Jacobus Manuel Manoppo secara pribadi meminta izin kepada Residen Manado dan Gubernur Maluku untuk mengkonversi agamanya dari Kristen menjadi Islam, kedua pejabat ini mengijinkan dengan ketentuan orang Bolaang Mongondow harus tetap taat kepada Pemerintah Kolonial Belanda.

Raja Jacobus Manuel Manoppo setelah memeluk Islam memakai gelar Sultan, yang secara otomatis gelar yang tidak bisa di klaim oleh oposisis Sang raja di pedalaman . Sultan adalah pemimpin tertinggi dalam dunia islam.

b.  Kebijakan Pajak

Decade sebelumnya telah di buat Kontrak dengan Raja perihal larangan pungutan dalam bentuk upeti dan penarikan pajak dalam bentuk emas. Di masa Pemerintahan Adrianus Cornelius Manoppo Jansen sebagai Residen Manado memperbaharui kontrak dengan Raja, Pajak dalam bentuk emas di hilangkan, target pajak untuk kerajaan Bolaang Mongondow yang berjumlah f 8.000 di kurang menjadi f 4.000, ini merupakan kebijakan kompromi yang di ambil oleh Jansen, padahal baru beberapa hari Jansen kaget dan heran bahwa ternyata Raja raja Bolaang Mongondow sangat ‘pintar’ menyembunyikan fakta riil kerajaan termasuk jumlah penduduk. Sebelum kedatangan Jansen Ke Bolaang Mongondow , Pemerintah Kolonila di Manado mencatat bahwa Rakyat Bolaang Mongondow hanya berjumlah 3.000an penduduk, namun setelah di sidak oleh Jansen ternyata penduduk Bolaang Mongondow lebih dari 30.000 orang.


    B. Kebijakan Defensif Kerajaan Bolaang Mongondow Terhadap Kuasa Kolonial.

a.   Menyembunyikan fakta riil.

Ini sudah di mulai berabad abad namun yang paling di sorot sejak Raja Jacobus Manuel Manoppo dan berakhir setelah di sidak Residen Manado. Dengan informasi yang minim Bolaang Mongondow terhindar dari eksploitasi besar besaran yang biasa di lakoni oleh pemerintah colonial. Informasi potensi Emas yang minim, jumlah penduduk yang minim sehingga sampai akhir abad 19 tidak ada satu pun post pemerintahan colonial yang berdiri di Bolaang Mongondow. Wakil pemerintahan colonial (controlur) masuk Bolaang Mongondow nanti pada abad 20.

b. Dalam dengar pendapat antara Raja AC Manoppo dan Jansen, Ketika Jansen meminta aspirasi apa yang lahir dari rakyat Bolaang Mongondow, dengan tegas Raja AC Manoppo menjawab : ORANG MONGONDOW HANYA INGIN MERDEKA. Jawaban tegas ini berlanjut dengan diskusi yang memunculkan kesepakatan dalam bentuk kontrak bahwa pajak yang di wajibkan ke pemerintah kerajaan oleh Kolonial di kurangi hingga 50%. Setoran Pajak dalam bentuk emas di hapus. Jansen mewakili pemerintahahn colonial belanda hanya mneginginkan kesetiaan Rakyat Bolaang Mongondow ke pemerintah Belanda bukan lagi eksploitasi sebagai target pengisian Kas negara Kolonial belanda.

c.  Islamisasi di jalankan.

Proses islamisasi mulai di giatkan sejak zaman Raja Jacobus Manuel Manoppo hingga Raja Abraham Sugeha dengan demikian koneksi perdagangan makin terbuka dan terkontrol secara ketat oleh Pihak kerajaan.

 

    C. Kebijakan Yang Menjadi Pemicu Perlawanan Rakyat Passi dan Lolayan

a.  Control perdagangan langsung pihak kerajaan.

Pesisir yang di dominasi oleh pedagang pedagang muslim di control langsung oleh pihak kerajaan dan seorang mualaf jika dia pedagang di bebaskan dari pajak. Penganut pagan atau kepercayaan Tradisional Mongondow di larang berdagang di pesisir.

Kebijakan ini sekilas sangat bermanfaat untuk islamisasi Bolaang Mongondow namun di balik control yang ketat ini kepala kepala kampung termasuk para panggulu kehilangan peranan dalam perdagangan. Sebelumnya perdagangan warga pedalaman Mongondow di fasilitasi oleh kepala kepala kampung dan juga Panggulu apalagi di tambah penganut pagan/ kepercayaan tradisional di larang berdagang di pesisir, sangat memukul ekonomi pedalaman mongondow yang di dominasi oleh paganism. Keluhan pedagang pedalaman mengalir deras dari kepala desa sampai ke Panggulu. Oposisi pun sudah mulai tumbuh.

b.  Sampai abad 19 berakhir tidak ada posthouder sebagai wakil pemerintah colonial belanda di Bolaang Mongondow sehingga kebijakan colonial yang di termuat dalam kontrak dengan Raja, Ketika di jalankan maka ketidak puasan kebijakan ini colonial ini oleh rakyat langsung  mengarah ke Pemerintahan Kerajaan.

c.  Pajak Kupang dapur.

Kupak dapur merupakan pajak yang di setor rakyat ke Raja yang sifatnya bukan upeti (upeti = Tagihan tradisional hak Raja) dan bukan bagian dari Pajak colonial. Setelah di korting oleh colonial hinga 50% kini di tambah kupang dapur.

d.  Undang Undang Kerajaan yang memberatkan.

Undang Undang yang di teguhkan Kembali oleh Raja Johanes Manuel Manoppo terutama terkait strata social terutama hukuman hukuman bagi kalangan strata bawah “bangsa soedah djaoeh di mertabat Radja” yang menggunakan perhiasan tertentu dan beberapa jenis kain ( sutra dll) di kenakan hukuman fisik dan para abo’ ( bangsawan level atas) berhak merampas harta milik dari srata social ini. Ini juga yang memicu perlawanan. Selain itu upaya upaya penghilangan paganism. Sebelum adanya kebijakan control langsung perdagangan di pesisir oleh Raja, Kehidupan ekonomi para pedagang pedalaman yang Sebagian kelas social srata bawah sudah memiliki kemampuan membeli perhiasan perhiasan atau harta ‘’yang terlarang’’.

   D. Perlawanan Rakyat Passi dan Lolayan.

Sampai pada berakhirnya abad 19 tidak ada posthouder Kolonial Belanda di Bolaang Mongondow sehingga kebijakan Raja di anggap bagian dari kebijakan colonial, Raja lah yang menjadi sasaran perlawnan.

Lomotu Mokoginta menjadi Panggulu Passi berhadapan dengan dua raja yang menjadi rivalnya yakni Raja Adrianus Manuel Manoppo dan Penggantinya yakni Raja Johanes Manuel Manoppo. Kupang dapur lah yang mula mula di jadikan alasan penolakan terhadap kebijakan Raja yang merembet sampai penolakan pembayaran pajak.

Lomotu’ Mokoginta berkunjung ke desa desa di penjuru Passi untuk mengkampanyekan perlawanan ke pada Raja AC Manoppo. Oleh Panggulu Passi di instruksikan kepada kepala kepala Suku ( Sangadi ) agar tidak memberikan ‘kupang dapur’ kepada Pihak kerajaan. Ketika raja AC Manoppo melarang pedagang yang bukan muslim untuk berdagang di pesisir, Panggulu Lomotu’ melakukan perlawanan, rakyat diseluruh wilayah passi di larang membayar pajak ke kerajaan. Penindakan yang coba di tegakkan oleh Raja AC Manoppo kepada pedagang pagan (non muslim) di lawan oleh Panggulu dan rakyat passi terjadi bentrokan di beberapa tempat. Sampai pada akhirnya Raja AC Manoppo tidak mampu memenuhi kontrak dengan pihak pemerintah colonial terkait setoran Pajak. Pada akhirnya Residen Manado mengambil alih dengan memecat Raja AC Manoppo terkait target setoran pajak dan ‘salah urus’ masalah di pedalaman Mongondow. Tahun 1862 Tahta Raja terlepas dari AC Manoppo, di gantikan oleh Johanes Manuel Manoppo.

Konsolidasi Panggulu Passi Lomotu’ Mokoginta lebih gencar di lakukan. Lomotu mengunjungi kepala kepala desa di sekitaran Passi bahkan Penghulu Lolayan untuk menentang kebijakan Raja Johanes Manuel Manoppo. Lomotu’ Mokoginta memberi palakat ke Rakyat Passi untuk Tidak lagi membayar Pajak ‘Kupang dapur’ ke Pihak kerajaan dan berefek ke pembangkangan massal atas tarikan pajak fiscal yang di peruntukan bagi Pemerintah kolonial. Bahkan Sang Panggulu juga melarang rakyat Passi untuk bekerja sebagai tenaga coversee di Istana Raja. Praktek Monibi yang sering di lakukan oleh para Ibolian di bolehkan oleh Lomotu’ Mokoginta.

Kali ini perlawanan meluas bukan hanya di wilayah Passi tapi menyebar sampai ke wilayah Lolayan.

Atas Tindakan Penghulu Passi ini Raja Johanes Manuel Manoppo mengirim opas dan serdadu kerajaan ke Passi dengan niat untuk memberi hukuman kepada Panghulu dan rakyatnya namun serdadu kerajaan ini dapat di halau dan di pukul mundur keluar dari wilayah Passi. Dengan kejadian ini Populeritas Panggulu makin tinggi, kepala kepala suku (Desa) di wilayah Passi bahkan Lolayan menyatakan kesetiaannya kepada Lomotu’. Lomotu’ selain memberikan perlindungan kepada para Ibolian ( pagan kafir menurut catatan belanda), pengikut Lomotu juga berhasil membuka blockade dagang di pesisir yang di lakukan oleh raja Johanes Manuel Manoppo. Praktis kerajaan tidak mampu lagi mengendalikan Passi, Rakyat Passi hanya mau di perintah oleh panggulu Lomotu’ dan menolak segala Titah dari Raja. Bahkan Upeti, yang secara tradisional merupakan hak Raja, oleh Rakyat Passi dengan sukarela di hantar ke Panggulu Lomotu’ sebagai tanda tunduk. Upeti ini sebenarnya oleh pemerintah Kolonial telah di hapus dan di ganti pajak dengan system hasil pajak di bagi Bersama raja, Raja menerima mirip di gaji oleh Kolonial. Kasus pemberian Upeti ke panggulu oleh rakyat pedalaman Mongondow terutama Passi oleh Raja di laporkan ke Pihak Residen Manado.

Pada Tanggal 17 September 1865 Lomotu’ Mokoginta di damping pengikutnya dari kepala kepala suku (sangadi) tiba di manado menghadap Residen Manado, Lomotu’ mengeluhkan Tindakan dari raja terkait blockade dagang dan pajak Kupang dapur namun tidak ada putusan yang tegas yang di ambil oleh Pihak Keresidenan Manado, Lomotu Kembali ke Passi dan melanjutkan perlawanan kepada Raja Johanes Manuel Manoppo.

Perlawanan rakyat passi pun terus berlanjut bahkan berpengaruh sampai ke pemukiman di kotobangon dengan Istana tempat Raja bertahta. Penyerangan penyerangan dari serdadu serdadu kerajaan selalu berhasil di halau oleh rakyat Passi. Bahkan pengikut Lomotu’ sampai di sekitaran Kotobangon dan meneror warga sekitarnya yang belum bersikap menolak Raja Johanes Manuel Manoppo. Blockade dagang yang berhasil di tembus rakyat Passi menguatkan ekonomi wilayah Passi yang menjadi basis perlawanan terhadap Raja Johanes Manuel Manoppo. Wibawa Raja JM Manoppo pun makin tergerus tergantikan oleh pamor Panggulu Passi yang getol membela rakyatnya. Perlawanan semakin sengit, Rakyat Passi tidak perduli lagi dengan Keberadaan Raja Johane Manuel Manoppo, iring iringan pedagang passi menuju pesisir tidak lagi dapat di bendung.

Pada Tahun 1867 Lomotu’ Mokoginta dan empat kepala desa di wilayah Passi di tangkap oleh pihak colonial belanda. Lomotu’ Mokoginta di jatuhi Hukuman Penjara selama 5 Tahun dengan Tuduhan Pemberontakan dan perampasan atas tahta Raja. Selama dalam penjara perlawana secara sporadic terus di lakukan oleh kepala kepala kampung, kepala desa dan rakyat passi pada umumnya. Dari Bilalang,pontodon, bintau-bulud, passi,otam dan segenap desa di wilayah lolayan terus melakukan perlawanan terhadap raja.

Tahun 1872 Lomotu Mokoginta selesai menjalani masa hukuman dalam penjara, setahun kemudian Kembali ke pedalaman Mongondow. Lomotu Mokoginta mengobarkan kembali perlawanan kepada raja Johanes Manuel Manoppo dan kebijakan Pemerintah Kolonial. tuntutan dari pihak passi masih sama, perdagangan bebas di pesisir, menolak pajak terutama pajak kupang dapur, menolak pekerja coverese, menolak penindasan terhadap kaum adat tradisional yang oleh colonial belanda di sebut kaum pagan kafir.

Kali ini perlawan menimbulkan korban jiwa yang lebih banyak, baik pihak kerajaan maupun rakyat passi.

Para Bangsawan terutama bagian Lolayan juga melakukan perlindungan terhadap agen agen rakyat lolayan yang melakukan perlawanan terhadap Raja Johanes Manuel Manoppo. Praktis kisruh menjalar dari Passi sampai Lolayan. Passi dan Lolayan yang merupakan Jantung pedalaman Mongondow berdetak seirama melawan Kuasa Raja Johanes Manuel Manoppo.

Laporan yang di terima oleh Residen Manado bahwa Raja telah melakukan pembunuhan terhadap rakyatnya sendiri.


   E. Penangkapan Raja Johanes Manuel Manoppo

Huru hara di pedalaman Mongondow yang menewaskan beberapa rakyat dan serdadu kerajaan sangat merisaukan Residen Manado. Awal Bulan Juli tahun 1879 Residen Manado memanggil raja Johanes Manuel Manoppo memberikan klarifikasi terkait pertikaian yang terjadi di kerajaan Bolaang Mongondow. Bulan Juli 1879 di damping 300 penggiringnya Raja Joahens Manuel Manoppo tiba di Manado. Dia tinggal selama dua bulan di manado.

Hari Sabtu tanggal 4 Oktober 1879, Residen Manado Mr.P.A.Matthes menerima surat yang menyatakan bahwa Raja Bolaang-Mongondow ingin melakukan serangan terhadap Manado. Residen segera mengumpulkan Asisten Residen A.C.Uljee, Komandan Militer Benteng Nieuwe Amsterdam dan Jaksa. Mereka membahas poin kunci. Lokasi tempat raja bermukim harus diduduki, dijaga 38 Schutters. Benteng Nieuwe Amsterdam dan pemukiman penduduk dijaga ketat untuk tempo 2 bulan. Lalu dengan dibekingi kapal perang Tromp dan sebuah stoombarkas milik sebuah firma yang sengaja disewa, peluang jalan lari Raja melalui laut dengan kano telah diblokade ketat. Dilaporkan, penduduk Eropa yang cemas banyak berdiam di rumah membekali diri dengan senjata, bahkan ada dengan senapan Beaumont di balik pintu. Siapa pun yang lewat di jalan tak akan luput dari pemeriksaan.

Situasi tersebut berlangsung sampai hari Senin tanggal 6 Oktober 1879. Raja yang melihat gelagat mencurigakan kemudian melakukan kunjungan perpisahan kepada Residen pada jam 9 pagi, karena ia berencana untuk segera kembali ke Bolaang-Mongondow.

Tanpa disertai mantrinya, ia mendatangi rumah Residen. Tapi, Residen tidak mau menerimanya di rumah, meminta Raja Johannis ke kantor. Residen secepatnya berembug bersama Asisten-Residen A.C.Uljee dan Sekretaris Residen Petrus Kist. Mereka memutuskan untuk menangkap Raja. Untuk tujuan ini, Asisten Residen Uljee dan Jaksa meminta Raja menemui Residen yang sengaja menunggu di kantor. Tapi, Raja Johannis yang kecewa dan curiga telah kembali ke rumahnya. Ia lalu dikirimi surat yang memberi tenggat waktu sampai jam 11siang untuk datang bertemu Residen di kantor. Namun, raja tetap menolak untuk kembali.

Kontrolir Manado dan Jaksa dikirim menjemputnya. Keduanya dikawal seorang Kopral dan 12 anggota Garnisun Manado, yang semuanya dipersenjatai dengan senapan Beaumont. Mereka menuju rumah tinggal sementara raja yang berada di sisi lain dari sungai.

Ketika bertemu Raja, Kontrolir Manado memberitahu bahwa Residen sedang menunggunya sekarang. Dengan sangat terpaksa Raja mengikuti mereka pergi ke seberang sungai, menaiki kereta Residen yang telah menunggu, didampingi Kontrolir dan Jaksa dengan kawalan tentara.

Ternyata, keretanya bukan menuju ke kantor Residen yang ada di bagian kiri, tapi ke kanan, dan langsung ke penjara. Kepadanya lalu dinyatakan kalau ia dipecat, atas nama Raja Belanda, ditangkap dan menunggu perintah lebih lanjut ia akan dipenjara. Selain tuduhan akan menyerang Manado, ia pun disebut salah urus. Raja Johannis ditahan di penjara Manado, dengan pengawalan pasukan Schutterij Manado.

Saat Penangkapan Raja keteganga masih melanda Manado, pihak colonial khawatir akan ada upaya pembebasan Raja dari orang orang Mongondow seperti terjadi di zaman Salmon Manoppo namun itu tidak pernah terjadi di karenakan Raja Salmon Manoppo mutlak mendapat dukungan dari rakyat pedalaman Mongondow, Passi dan Lolayan Bersatu membela Rajanya, sementara itu Raja Johanes Manuel Manoppo mendapat perlawanan sengit dari Rakyat Passi yang di dukung oleh Lolayan.

Di pihak oposisi Raja Johanes Manuel Manoppo, Abo’ Lomotu Mokoginta beserta pejabat panggulu lainnya turut di tangkap dengan tuduhan masih sama melakukan Tindakan perampasan Tahta Raja dan Pemberontakan terhadap Pemerintahan Kolonial Belanda.

 Selanjutnya Abraham Sugeha di lantik menjadi Raja. Oleh Abraham Sugeha pajak kupang dapur di kesampingkan, blockade dagang untuk warga mongondow bukan Islam di pulihkan dan syiar Islam terus jalan hingga pedalaman Mongondow terutama Passi- Lolayan mayoritas penduduknya masuk Islam.

 Sampai masa berdirinya pemerintahan formal colonial di bolaang mongondow, perjuangan rakyat wilayah passi dalam melawan penindasan masih berlanjut dengan tokoh tokoh silih berganti mulai dari baay sopina dari bilalang, sangadi eman dan lain lain.

Dari berbagai peristiwa yang terjadi di Pedalaman Mongondow revolusi melawan pemerintahan colonial bahkan Pemerintahahn Kerajasan berhasil Ketika Rakyat Passi dan Lolayan Bersatu ini dapat di lihat dari kasus penangkapan Raja Salmon Manoppo pedalaman Mongondowlah ( Passi-Lolayan) yang memotori Gerakan perlawanan sehingga Raja terpaksa di kembalikan oleh Belanda untuk bertahta Kembali, Peristiwa Passi Lolayan era Panggulu Lomotu’ Mokoginta yang boleh di bilang sukses, dan contoh kebalikannya Ketika perlawanan rakyat Passi yang terkosentrasi di Bilalang pontodon yang di pimpin oleh Sangadi Eman, Baay Sopina dan lain lain kurang mendapatkan dukungan dari rakyat Lolayan maka Belanda dengan mudah mematahkan perlawanan ini. Passi dan Lolayan Jantung Mongondow, apa yang berlaku atas kedua wilayah ini berdampak besar terhadap masa depan Bolaang Mongondow. Passi Lolayan bersatu Mongondow pasti kuat

 

Sumber data yang di olah :

1. Lopez Ariel, Conversion and Colonialism:Islam and Christianity in North Sulawesi, c. 1700-1900 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar