#BlogArchive1 .widget-content{ height:100px; width:auto; overflow:auto; }

28 September, 2024

Huntuk dan "Dua Orang Langit" Beda Zaman

 Letak Huntuk

Huntuk secara administrasi terletak di kecamatan Bintauna kabupaten Bolaang Mongondow Utara Provinsi Sulawesi Utara. Huntuk yang dimaksud disini adalah Gunung Huntuk yang saat ini oleh masyarakat lokal menyebutnya "ilanga". Sebagai lokasi awal munculnya peradaban Mongondow, saat ini lokasi yang dimaksud sudah menjadi kawasan hutan belantara.

Huntuk dilihat dari Google Earth

Gumalangit

Di puncak gunung Huntuk (saat ini masuk kecamatan Bintauna),hanya satu orang yang tinggal disana, orang itu bernama Gumalangit, dipercaya turun dari langit.

Suatu ketika Gumalangit menuruni gunung Huntuk dan berjalan di pesisir pantai tiba-tiba dia melihat seorang pria yang berjalan diatas ombak menuju pantai, Gumalangit tidak mengetahui asal usul pria ini. Saat pria ini tiba di pantai tak berselang lama dari balik hempasan ombak yag berbuih muncul seorang perempuan.

Gumalangit memberi nama Tumotoi Bokol (mengendarai ombak) kepada pria itu kemudian yang perempuan diberi nama Tumotoi Bokat (mengendarai buih ombak) oleh Gumalangit.

Diwaktu yang lain, Gumalangit kembali menyusuri pesisir pantai hingga dia kehausan. Gumalangit mengambil sebuah bambu untuk mengisi air. saat berada dimata air bambu telah di isi penuh namun setiap kali akan di minum air dalam bambu telah habis. Gumalangit kembali ke mata air untuk mengisi air dalam bambu namun tetap saja air dalam bambu selalu habis hingga tiba-tiba bambu tersebut meletus dan keluarlah seorang putri cantik berkulit putih. Gumalangit memberi nama putri ini dengan nama Tendeduata (putri dewata).

Gumalangit menikah dengan Tendeduata sementara itu Tumotoi Bokol menikah dengan Tumotoi Bokat. Gumalangit dan Tendeduata memperoleh anak yang diberi nama Dinondong. Tumotoi Bokol dan Tumotoi Bokat mendapatkan anak yang diberi nama Sugeha.

Setelah dewasa Sugeha menikahi Dinondong. beberapa abad kemudian keturunan Sugeha dan Dinondong mulai memadati pemukiman di gunung Huntuk. Komunitas masyarakat yang berasal dari turunan Sugeha dan Dinondong ini membentuk kelompok-kelompok rumpun keluarga yang dipimpin oleh Bogani.

Daya dukung gunung Huntuk kini tidak bisa lagi menjamin jumlah penduduk yang banyak, sumber daya pangan mulai langkah. para Bogani pun bermusyawarah untuk mencari tempat penghidupan baru. Akhirnya secara bergelombang satu persatu kelompok yang ada pergi menuju Pondoli, Sinumolantaan, Ginolantungan, Buntalo. Kelompok yang lain pergi menuju tudu in passi, tudu in lolayan, tudu in sia, Polian hingga Dumoga, Bumbungon dan lain lain.

Beberapa abad kemudian, keturunan dari kelompok-kelompok ini sudah tidak saling mengenal lagi bahkan sering terjadi pertikaian.

Budolangit

Pemukiman dari para keturunan Dinondong-Sugeha yang paling berpengaruh adalah Bumbungon. 
Sekitar abad ke-12, datang seorang laki-laki keturunan langit yang jatuh di Baludawa (Huntuk) Bintauna. Nama laki-laki ini adalah Budolangit. pria ini adalah keturunan Dinondong-Sugeha yang leluhurnya menetap di Bintauna. Dia datang ke negeri Bumbungon dan menikahi seorang putri Bumbungon yang bernama Sandilo. Hasil pernikahan ini membuahkan dua orang anak yang laki-laki bernama Manggopakilat dan perempuan bernama Salamatiti.

Suatu waktu Salamatiti didatangi oleh Malaikat dan tak lama berselang Salamatiti mengandung. Setelah waktu yang cukup, Salamatiti melahirkan seorang anak yang berbentuk telur. Anak inilah yang kemudian dikenal sebagai Mokodoludut kinta Punugumolung, leluhur dari raja-raja Bolaang-Manado dan Siau serta beberapa kerajaan di Sulawesi Utara.

Sumber referensi Buku Mukadimah Celebes Utara Penulis Patra Mokoginta

Buku "Mukadimah Celebes Utara"
diterbitkan oleh KBM Indonesia, Yogyakarta tahun 2024




Identitas Buku "Mukadimah Celebes Utara"



10 Februari, 2022

Sejarah Raja Raja Manado Abad ke-17 (Bagian III / Tamat)

 

Makam Raja Loloda Mokoagow. Sumber Harakah

LOLODA MOKOAGOW

Silsilah Loloda Mokoagow

Loloda Mokoagow lahir tahun 1621. Ibunya bernama Kijaba yang pada awalnya seorang Muslim sebelum akhirnya dibaptis menjadi Kristen pada tahun 1638 sebagaimana telah di urai sebelumnya. Wilken mencatat silsilah Raja-Raja Bolaang Mongondow dalam buku Geslacht In de Taal Van Bolaang Mongondow  bagian "Buk Ouman Sinomongondou'' (Buku hikayat berbahasa Mongondow), berikut penggalannnya terjemahannya "Kemudian Kijaba menikah dengan Tadohe memperoleh anak : Mokoagow yang adalah Datu Binangkang, Mokodompit (Macarompius),dan Konda". Dari Kijaba, Tadohe memperoleh anak 3 orang yaitu : Mokoagow atau lebih popular dengan sebutan Loloda Mokoagow, Mokodompit (Prins Macarompius) dan seorang putri yang bernama Konda.

Silsilah Loloda Mokoagow dari pihak laki laki ( ayah ) garis lurus ke atas : Loloda Mokoagow putera dari Raja Tadohe, Raja Tadohe putera dari Raja Mokodompit, Raja Mokodompit putera dari Raja Makalalo, Raja Makalalo putera dari Raja Busisi, Raja Busisi putera dari Raja Damopolii, Raja Damopolii putera dari Raja Jajubangkai dan Raja Jajubangkai putera dari Raja Mokodoludut.

12 Januari, 2022

Sejarah Raja Raja Manado Abad Ke-17 (Bagian II)

 Konten ini telah tayang di Kompasiana.com Kreator: Patra Mokoginta

Lokasi pengasingan Kaicil Tulo sebelum menjadi Raja Manado

KAICIL TULO

Silsilah Kaicil Tulo.

Garis leluhur Kaicil Tulo di beri tanda dengan kata “bin” yang artinya “anak dari”, berikut silsilahnya di mulai dari Sultan Hamzah : Sultan Hamzah bin Kaicil Tulo bin Khairun Jamil bin Bayanullah bin Zainal Abidin bin Marhum bin Kumala Pulu bin Gapi Baguna bin Momole bin Macahaya bin Abuhayat bin Tulo Malamo bin Sjah Alam bin Arif Malamo bin Ngara Malamo bin Callabata bin Abu Said bin Baab Mansur Malamo bin Syeikh Djafar Noh Al Magribi.

Kaicil Tulo yang dalam catatan Spanyol ditulis Cachil Tulo adalah putra sulung Sultan Khairun Jamil dari Ternate sekaligus kakak tiri dari Sultan Babullah. Kaicil Tulo adalah salah satu raja Manado yang rekam jejaknya juga banyak tercatat dalam dokumen-dokumen Eropa. Di era ini, Raja Manado bukanlah sosok penuh misteri.

Andaya dalam bukunya yang berjudul Sejarah Kepulauan Rempah Rempah menyebutkan, Sultan Baabullah lahir tanggal 10 Februari 1528 dan wafat tanggal 25 Mei 1583 dalam usia 55 Tahun. Kaicil Tulo disebutkan adalah kakak dari Sultan Baabullah yang berarti Kaicil Tulo lahir sebelum Tahun 1528.

Menurut hasil penelitian dari Jaelan Usman yang berjudul Konflik dan Perubahan Sosial : Study Sosial Politik di Maluku Utara 2006 Kaicil adalah gelar untuk Putra Sultan dan Nyaicil atau Boki untuk Putri Sultan. Jadi Kaicil Tulo berarti Pangeran Tulo, Gelar ini diperoleh karena dia adalah Putra dari Sultan Hairun.