Letak Huntuk
Huntuk secara administrasi terletak di kecamatan Bintauna kabupaten Bolaang Mongondow Utara Provinsi Sulawesi Utara. Huntuk yang dimaksud disini adalah Gunung Huntuk yang saat ini oleh masyarakat lokal menyebutnya "ilanga". Sebagai lokasi awal munculnya peradaban Mongondow, saat ini lokasi yang dimaksud sudah menjadi kawasan hutan belantara.
Huntuk dilihat dari Google Earth |
Gumalangit
Di puncak gunung Huntuk (saat ini masuk kecamatan Bintauna),hanya satu orang yang tinggal disana, orang itu bernama Gumalangit, dipercaya turun dari langit.
Suatu ketika Gumalangit menuruni gunung Huntuk dan berjalan di pesisir pantai tiba-tiba dia melihat seorang pria yang berjalan diatas ombak menuju pantai, Gumalangit tidak mengetahui asal usul pria ini. Saat pria ini tiba di pantai tak berselang lama dari balik hempasan ombak yag berbuih muncul seorang perempuan.
Gumalangit memberi nama Tumotoi Bokol (mengendarai ombak) kepada pria itu kemudian yang perempuan diberi nama Tumotoi Bokat (mengendarai buih ombak) oleh Gumalangit.
Diwaktu yang lain, Gumalangit kembali menyusuri pesisir pantai hingga dia kehausan. Gumalangit mengambil sebuah bambu untuk mengisi air. saat berada dimata air bambu telah di isi penuh namun setiap kali akan di minum air dalam bambu telah habis. Gumalangit kembali ke mata air untuk mengisi air dalam bambu namun tetap saja air dalam bambu selalu habis hingga tiba-tiba bambu tersebut meletus dan keluarlah seorang putri cantik berkulit putih. Gumalangit memberi nama putri ini dengan nama Tendeduata (putri dewata).
Gumalangit menikah dengan Tendeduata sementara itu Tumotoi Bokol menikah dengan Tumotoi Bokat. Gumalangit dan Tendeduata memperoleh anak yang diberi nama Dinondong. Tumotoi Bokol dan Tumotoi Bokat mendapatkan anak yang diberi nama Sugeha.
Setelah dewasa Sugeha menikahi Dinondong. beberapa abad kemudian keturunan Sugeha dan Dinondong mulai memadati pemukiman di gunung Huntuk. Komunitas masyarakat yang berasal dari turunan Sugeha dan Dinondong ini membentuk kelompok-kelompok rumpun keluarga yang dipimpin oleh Bogani.
Daya dukung gunung Huntuk kini tidak bisa lagi menjamin jumlah penduduk yang banyak, sumber daya pangan mulai langkah. para Bogani pun bermusyawarah untuk mencari tempat penghidupan baru. Akhirnya secara bergelombang satu persatu kelompok yang ada pergi menuju Pondoli, Sinumolantaan, Ginolantungan, Buntalo. Kelompok yang lain pergi menuju tudu in passi, tudu in lolayan, tudu in sia, Polian hingga Dumoga, Bumbungon dan lain lain.
Beberapa abad kemudian, keturunan dari kelompok-kelompok ini sudah tidak saling mengenal lagi bahkan sering terjadi pertikaian.
Budolangit
Pemukiman dari para keturunan Dinondong-Sugeha yang paling berpengaruh adalah Bumbungon.
Sekitar abad ke-12, datang seorang laki-laki keturunan langit yang jatuh di Baludawa (Huntuk) Bintauna. Nama laki-laki ini adalah Budolangit. pria ini adalah keturunan Dinondong-Sugeha yang leluhurnya menetap di Bintauna. Dia datang ke negeri Bumbungon dan menikahi seorang putri Bumbungon yang bernama Sandilo. Hasil pernikahan ini membuahkan dua orang anak yang laki-laki bernama Manggopakilat dan perempuan bernama Salamatiti.
Suatu waktu Salamatiti didatangi oleh Malaikat dan tak lama berselang Salamatiti mengandung. Setelah waktu yang cukup, Salamatiti melahirkan seorang anak yang berbentuk telur. Anak inilah yang kemudian dikenal sebagai Mokodoludut kinta Punugumolung, leluhur dari raja-raja Bolaang-Manado dan Siau serta beberapa kerajaan di Sulawesi Utara.
Sumber referensi Buku Mukadimah Celebes Utara Penulis Patra Mokoginta
Buku "Mukadimah Celebes Utara" diterbitkan oleh KBM Indonesia, Yogyakarta tahun 2024 |
Identitas Buku "Mukadimah Celebes Utara" |